JAKARTA, (10/5) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang melakukan pendataan populasi jenis ikan Belida Jawa (Notopterus notopterus) di Rawa Pening, Kab. Semarang Jawa Tengah. Pendataan yang dilakukan bersama dengan Universitas Tidar (Untidar) ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan tentang pengelolaan ikan belida.
Kepala LPSPL Serang Santoso Budi Widiarto menguraikan bahwa pendataan dilaksanakan sebanyak tiga periode yaitu: 9-10 Januari 2024, 4-5 Februari 2024 dan 6-8 Maret 2024 dengan menggunakan alat tangkap kerai bambu, bubu dan lift net. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan estimasi kelimpahan populasi, hubungan antara panjang dan bobot ikan, sebaran frekuensi panjang, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG) dan Catch per Unit of Effort (CPUE).
“Estimasi populasi Belida Jawa di Rawa Pening berdasarkan survei ini adalah 32 ekor/1.400 m2 atau 229 ekor/ha. Jika mengacu pada status kerentanan berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), maka hasil survei menunjukkan status populasi belida di Rawa Pening dalam kondisi hampir terancam,” urai Santoso.
Lebih jauh Santoso juga menjelaskan status pengelolaan ikan belida di Indonesia adalah dilindungi penuh sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi yang meliputi empat spesies yaitu Belida Borneo (Chitala borneensis), Belida Sumatera (Chitala hypselonotus), Belida Lopis (Chitala lopis) dan Belida Jawa (Notopterus notopterus).
Sasaran pengelolaan jenis ikan belida antara tahun 2020 hingga 2024 meliputi pemulihan populasi di habitat asli, pemetaan sebaran dan populasi di alam, pengaturan pengembangbiakan dan pengaturan peredaran.
Pendataan jenis ikan belida sebagai bentuk implementasi kerjasama antara LPSPL Serang dan Universitas Tidar (Untidar) penting dilakukan untuk pengambilan kebijakan dengan memperhatikan tiga aspek pengelolaan perikanan yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Hal ini juga diungkapkan Dosen Akuakultur Universitas Tidar Waluyo.
“Kajian mengenai belida ini penting karena termasuk jenis ikan dilindungi, sehingga pengambilan data yang valid diperlukan untuk kebijakan di masa mendatang. Ini juga mendukung Universitas Tidar dalam pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang menitikberatkan pada penggunaan pola ilmiah pokok serta menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat," ujarnya.
Sementara, Ahli Peneliti Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evoluasi, BRIN Haryono mengatakan bahwa ikan belida merupakan ikan asli dan bernilai ekonomis tinggi terutama sebagai bahan baku makanan khas seperti kerupuk dan pempek. Hingga saat ini belida sudah mulai dimanfaatkan sebagai ikan hias.
“Salah satu jenis ikan belida yakni Chilata lopis bahkan telah dinyatakan punah oleh IUCN tahun 2020, namun pada tahun 2023 ditemukan kembali (rediscovery). Secara internasional, belida belum masuk dalam perlindungan CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species),” imbuhnya.
Sejalan dengan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya dalam menjaga kelestarian biota laut dan keberlanjutan populasinya untuk kesejahteraan bangsa dan generasi yang akan datang.
HUMAS DITJEN PENGELOLAAN KELAUTAN DAN RUANG LAUT
Sumber:
Web KKP
Post a Comment