Program Ekonomi Biru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki manfaat salah satunya untuk mengurangi pemanasan global yang diakibatkan emisi gas rumah kaca. Salah satu gas rumah kaca berupa gas metana yang dihasilkan dari sampah makanan dapat dikurangi dengan membudidayakan maggot sebagai upaya biokonversi, yang hasilnya juga bermanfaat sebagai pakan ikan alternatif.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada Conference of the Parties (COP) ke-27 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Kota Sharm el-Sheikh, Mesir, mengatakan, pihaknya menyiapkan program Ekonomi Biru untuk berkontribusi mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai upaya menahan laju perubahan iklim global. NDC merupakan dokumen yang memuat komitmen dan aksi iklim sebuah negara yang dikomunikasikan kepada dunia melalui UNFCCC.
"Perubahan iklim saat ini mempengaruhi semua negara, mengganggu ekonomi nasional, merugikan rakyat, komunitas, dan diyakini akan semakin parah di masa depan. Di sektor kelautan, Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang mempersiapkan program ekonomi biru sebagai kontribusi terhadap NDC," ujar Menteri Trenggono pada forum tersebut.
Perubahan iklim global yang diakibatkan emisi gas rumah kaca, yang salah satunya berupa gas metana yang dihasilkan dari sampah organik dapat dikurangi dengan membudidayakan maggot sebagai upaya biokonversi. Hal tersebut disampaikan Melta Rini Fahmi, Instruktur Madya Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM) KKP, pada kegiatan Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan 2023, di Padang, Sumatera Barat.
Biokonversi merupakan salah satu proses pengolahan sampah organik untuk menjadi produk bernilai tinggi dengan melibatkan mikroorganisme seperti jamur, ragi, bakteri dan larva, salah satunya larva lalat jenis Black Soldier Fly (BSF) atau disebut sebagai maggot. Proses biokonversi oleh maggot ini dapat mendegradasi sampah makanan lebih cepat, tidak berbau, dan larvanya dapat menjadi sumber protein yang baik untuk pakan ikan. Selain itu, maggot juga bermanfaat sebagai pupuk kompos organik serta pakan ternak dan unggas.
“Konsep besar dari ekonomi biru ini kan bagaimana kontribusi kita di dalam menurunkan gas metan, dan sumber-sumbernya kita tahu ada tumpukan-tumpukan sampah organik dan lain-lain. Mungkin kita pernah dengar, masih ingat di pikiran kita ya ledakan gas metan pada tahun 2005 di Leuwigajah. Ingat ya itu tragedi kemanusiaan yang luar biasa, kurang lebih 150-an manusia meninggal karena kita memproduksi gas metan dalam tumpukan sampah, dan itu bersumber dari sampah organik, khususnya sampah makanan. Nah kita punya teknologi yang disebut biokonversi,” ujar Rini.
“Biokonversi ini adalah kemampuan Larva BSF dalam menurunkan gas metan itu sendiri. Dia memiliki kerja mendegradasi nutrisi itu dengan cara mengekstrak, mengkonversi nutrisi, dan dalam proses yang sama itu menurunkan proses gas metan. Kita menyebutnya agen biokonversi. Dalam prosesnya itu kan kalau dengan bakteri terjadi fermentasi biasa, dia akan mengeluarkan gas metan ya, tapi kalau dengan proses biokonversi gas metan tadi akan tereduksi. BSF itu dalam waktu bersamaan dia akan mengekstraksi, mendegradasi, dan mengkonversi nutrisi yang ada di situ. Jadi tidak memberikan kesempatan kepada bakteri patogen lain untuk hidup, tapi dia mengambil nutrisi itu untuk biomasnya, untuk tubuhnya, untuk hidupnya, dan kemudian nanti BSF itu kita gunakan untuk pakan ikan,” lanjut Rini.
Atas jasanya, Rini dianugerahi tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo pada 2017. Pasalnya ia berperan aktif sebagai inovator pengembangan pakan alternatif ikan melalui limbah dan sampah organik berupa maggot, dan biokonversi yang telah diaplikasikan di masyarakat, sehingga setiap lima keluarga pembudidaya telah menghasilkan 800-1.000 kg maggot per bulan, dan telah dibangunnya pabrik pakan berbasis maggot yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat, dan dapat memacu peningkatan produksi nasional ikan budidaya.
Karena itu, maggot untuk pakan ini telah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat para pembudidaya ikan. Dengan demikian, masalah gas metana, sampah makanan, dan mahalnya harga pakan ikan, dapat sekaligus teratasi. Teknologi biokonversi menggunakan maggot ini salah satunya disebarkan kepada masyarakat melalui penyuluhan perikanan.
Selain Rini, tokoh KKP lainnya yang telah berjasa di bidang maggot ini antara lain Mahmud Efendi, Penyuluh Perikanan pada Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal, salah satu UPT BPPSDM lainnya, yang bertugas di Kabupaten Temanggung. Sama seperti Rini, atas prestasinya tersebut Mahmud dianugerahi Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo pada 2021. Mahmud dinilai berhasil memasyarakatkan dan mendampingi proses kloning budidaya BSF sebagai solusi pengolahan sampah penghasil pakan ikan alternatif yang ramah lingkungan, berbiaya murah dan sederhana, kandungan protein lebih tinggi dari pakan pabrikan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Temanggung.
“Sampah dan limbah rumah tangga bisa menjadi alternatif pakan bagi Maggot BSF sekaligus bisa menjadi solusi permasalahan sampah yang ada baik di perkotaan maupun di pedesaan. Masyarakat desa pun bisa diberdayakan sejak hulu sampai hilir untuk mengolah sampah rumah tangga dengan pemanfaatan budidaya Maggot BSF ini. Dengan demikian, permasalahan sampah tak akan menjadi masalah lagi, justru bisa menjadi berkah bagi masyarakat dengan menjadikan budidaya Maggot BSF sebagai alternatif usaha untuk pemberdayaan dan peningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan,” ujarnya.
“Karenanya Maggot BSF bisa menjadi solusi sebagai pakan alternatif untuk ikan dengan harga murah dan menjadi alternatif solusi dalam mengolah sampah yang selama ini dianggap menjadi masalah, berubah menjadi sesuatu yang membawa berkah,” pungkas Mahmud.(MNA)
HUMAS BPPSDM
Post a Comment